PILIH PMB

06 April 2009

OTONOMI AWARDS 2009 : DPRD, Kaya Kewenangan Malas Inisiatif

http://www.pmbpasuruankota.blogspot.com

Bagi masyarakat daerah, pemilu bukan hanya memilih caleg (DPRD), tetapi juga memilih masa depan daerah untuk lima tahun ke depan. Karena itu, perlu diperjelas, benarkah DPRD mampu mewujudkannya? Berikut ulasan peneliti the Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) Wawan Sobari.

---

Relatif sulit menemukan prestasi menonjol DPRD baru era reformasi. Bahkan sebaliknya, DPRD cenderung menyuburkan praktik-praktik yang jauh dari kepentingan rakyat. Kali pertama, DPRD telah memperluas wilayah korupsi. Tadinya praktik korupsi berkutat di area eksekutif. Setelah reformasi dan otonomi daerah, korupsi mewabah pada area legislatif. 

Menurut data Kejati se-Indonesia yang dikutip Bank Dunia, terdapat 265 kasus korupsi DPRD hingga 2006. Sementara jumlah anggota DPRD yang menjadi tersangka/terdakwa/terpidana mencapai 967 orang. Angka tersebut didominasi anggota DPRD kabupaten/kota yang mencapai 70 persen. 

Di tengah terpuruknya citra DPRD tersebut, JPIP mengulang inisiatif otonomi awards (OA) 2004. Melalui rangkaian monitoring OA 2009, JPIP berusaha memotret dan mengapresiasi kinerja dan inisiatif DPRD periode 2004-2009. Hingga saat ini temuan tersebut belum bisa dipublikasikan. Namun, ada baiknya menjelang hari "pencontrengan" 9 April 2009, calon pemilih menyimak hasil studi JPIP yang mengurai kinerja DPRD periode sebelumnya.

Masih Minim Inisiatif 

Selain insiden korupsi, kinerja DPRD tidak lebih baik dalam distribusi sumber daya. Sebagai contoh, kembali hasil studi Bank Dunia tentang alokasi anggaran pendidikan daerah 2006. Agregat APBD kabupaten dan kota secara nasional untuk pendidikan hanya mencapai 6,3 persen (di luar gaji guru). 

Untuk itu, keberpihakan DPRD pada pembangunan pendidikan patut dipertanyakan. Sebab, DPRD memiliki kewenangan besar dalam penyusunan dan pengesahan APBD. Kondisi ini tentu menjadi poin minus kinerja DPRD dalam alokasi sumber daya.

Kemudian berkaca pada hasil monitoring kinerja DPRD kabupaten dan kota di Jawa Timur. Hingga 2004, hanya Kota Malang yang memiliki perda pendidikan. Padahal, keberadaan regulasi tersebut cukup penting guna mempertahankan komitmen anggaran dan terobosan dalam pendidikan. 

Selain itu, secara umum DPRD kabupaten dan kota di Jatim cenderung pasif dalam proses penganggaran daerah. DPRD lebih banyak menunggu proposal eksekutif dalam pembangunan daerah. Padahal, kinerja penganggaran DPRD bukan sebatas menyortir dan memeriksa proposal anggaran tersebut. Mereka perlu mendorong inisiatif alokasi anggaran yang berpihak pada masyarakat dan kemajuan daerah.

Temuan lain menunjukkan kinerja DPRD periode 1999-2004 dalam fungsi legislasi. Hingga 2004, hanya terdapat tiga perda inisiatif DPRD. Yaitu, perda yang diajukan DPRD Kota Pasuruan, Jember, dan Sumenep.

Seperti dalam penganggaran, proses legislasi di daerah menunjukkan DPRD sebagai pihak yang lebih banyak berperan pasif. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda saat sebelum otonomi daerah berjalan. 

Namun, bukan tanpa sebab, DPRD mengakui kelemahannya karena keterbatasan dukungan staf profesional atau ahli. Karena itu, sulit mewujudkan inisiatif perda karena penguasaan masalah yang lemah. Apalagi, pada daerah-daerah dengan pihak eksekutif yang lebih dominan. Fungsi legislasi cenderung formalitas.

DPRD pun memiliki fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah. JPIP mencoba mengungkap inisiatif-inisiatif pengawasan oleh DPRD. Hingga 2004, pengawasan DPRD secara normatif telah mengikuti kewenangan yang ditetapkan UU No 32/2004. Hanya masih minim inisiatif terobosan.

Misalnya, melalui pengawasan insidental seperti inspeksi proyek-proyek pembangunan daerah, melakukan kunjungan pada masyarakat, dan hearing dengan dinas, badan, dan kantor bila timbul masalah tertentu di daerah. Selain itu, DPRD melakukan pengawasan pasif dengan menerima laporan dari masyarakat.

Merujuk pada landasan normatif pasal 42 ayat (1) UU 32/2004, DPRD memiliki kewenangan cukup leluasa untuk berperan lebih aktif. Salah satunya dalam mengajukan rancangan perda. Namun, dalam praktiknya tidak begitu menjadi prioritas DPRD. Padahal, permasalahan di daerah yang bisa direspons melalui perda sebenarnya cukup banyak.

Untuk memajukan daerah, DPRD yang kaya kewenangan saja tidak cukup, juga harus kaya inisiatif. Yakni, DPRD yang memiliki terobosan kontributif pada kemajuan daerah. Terobosan yang berpihak pada masyarakat sebagaimana simbolnya sebagai wakil rakyat. Jadi, pada 9 April nanti pilihlah calon anggota DPRD yang pro-kemajuan daerah, bukan pro-parpol saja. (mk/e-mail: wawansobari@jpip.or.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar